Depok, SniperNews.com – Dina (49), orangtua calon siswa yang bertempat tinggal di Sukatani, Tapos, Kota Depok, mengukur jarak antara rumahnya dengan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 4 Depok menggunakan meteran.
Aksi ini Dina lakukan bersama kelompok relawan Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) untuk membuktikan jarak rumahnya yang begitu dekat dengan
SMA Negeri 4 Depok.
Meski jarak rumah Dina dengan SMA Negeri 4 Depok tak sampai 150 meter, namun putrinya dinyatakan gagal dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) baik jalur zonasi maupun afirmasi.
“Ini untuk membuktikan kepada pihak sekolah bahwa jarak rumah orangtua dan anaknya tadinya kita ukur secara manual menggunakan meteran ada 120 meter, di belakang tembok SMAN 4 Depok,” kata Ketua DKR Kota Depok Roy Pangharapan, Sabtu (29/6-2024).
Sementara itu, jika dicek menggunakan aplikasi Google Maps, jarak rumah Dina dengan SMA Negeri 4 Depok hanya 200 meter.
“Ini di Google Maps tadi teman-teman sudah saksikan itu 200 meter, mungkin itu ambil jarak paling depan ya, tapi ini di belakang tembok sekolah,” ungkap Roy. Pengukuran ini membuktikan bahwa jarak rumah Dina sangat dekat sekali dengan SMA Negeri 4 Depok.
Dengan jarak tersebut, putri Dina pastinya bisa diterima PPDB SMA Negeri 4 Depok jalur zonasi maupun afirmasi.
“Artinya dari segi apa pun ya harusnya masuk, kalau melihat dari fakta dan kenyataan bahwa pihak sekolah mau memverifikasi faktual kalau ada hal seperti ini,” tutur Roy.
Roy mengatakan, PPDB jalur Zonasi mensyaratkan jarak rumah calon siswa dengan sekolah maksimal 582 meter. Sementara, jalur khusus afirmasi atau kelompok kurang mampu, jarak yang disyaratkan lebih panjang. Namun, pada akhirnya putri Dina tak diterima di SMA Negeri 4 Depok karena kuota penerimaan siswa baru dinyatakan penuh.
“Alasannya (enggak diterima) karena ya tidak ada kuotanya. Karena kuotanya cuma berapa, enggak tahu itu berapa,” imbuhnya.
Sementara itu, Dina bercerita bahwa ia mendaftarkan adiknya yang bernama Oktavia (15) ke SMA Negeri 4 Depok di PPDB jalur Zonasi dan Afirmasi. Namun, Oktavia tak lolos di kedua jalur tersebut.
“Kurang tahu saya (alasan tidak lolos), karena hasilnya kan enggak masuk di (PPDB) online. “Kita sudah nggak bisa komentar lagi,” terang Dina.
Ibu rumah tangga ini pun berharap putrinya masih bisa mengenyam pendidikan di sekolah negeri. Sebab, ia mengaku tak mampu membiayai buah hatinya jika bersekolah di satuan pendidikan swasta.
“Saya berharap penuh pihak sekolah SMAN 4 menerima putri saya, hanya itu. Karena kalau swasta, saya enggak mampu,” jelas Dina.
Gubernur dan Menteri Tutup Mata.
Kepada Insan Pers di Depok, Roy Pangharapan tahun 2023 sebanyak 18 siswa dari keluarga miskin di Advokasi DKR Kota Depok, 4 di antaranya gagal bersekolah karena ditolak pihak sekolah dan tidak diperintah oleh Dinas Pendidikan Jawa Barat.
“Sudah bertekad ke gubernur namun Kang Emil menutup mata masa bodoh pada kasus ini. Juga sudah ke Kementerian Pendidikan tapi Menteri Mas Nadiem menolak menemui orang tua murid. Ini pemerintah cuci tangan dan masa bodoh,” ujarnya.
Tahun ini menurutnya massa media ramai menyoroti mafia bangku sekolah yang menyingkirkan hak siswa dari keluarga miskin. DPR dan pemerintah juga sudah teriak lantang wanti-wanti saat PPDB.
“Tapi tetap saja masih ada siswa miskin yang ditolak bersekolah. Ini sebenarnya ada negara gak sih? Masa kalau sama mafia dan calo bangku sekolah? Orang miskin tidak merasakan kehadiran negara!” tegasnya.
Ia berharap pemerintah pusat dan daerah tajun ini bisa membuktikan kehadirannya memastikan siswa dari keluarga miskin bisa sekolah, seperti yang diperintahkan oleh Pembukaan UUD’45 yaitu mencerdaskan seluruh kehidupan berbangsa.
“Semua siswa harus bisa sekolah khususnya mereka yang berasal dari keluarga miskin dan tak mampu. (Fitri)